AK-47 Senjata Pemusnah Paling Dahsyat
Diposting oleh Unknown
Simbol Perlawanan dan Perjuangan
Bisa
digunakan oleh siapa saja, tak mudah macet dan gampang dirawat.
Kelebihan itulah yang membuat 50 angkatan bersenjata dan tak terhitung
kelompok perlawanan, memilih AK 47 sebagai senjata utama bagi para
personelnya. Akurasinya memang tidak sebaik M16, namun sebagai senapan
untuk pertempuran jarak dekat kelemahan ini bukanlah perkara serius.
Hingga kini kira-kira telah beredar 75 sampai 100 juta pucuk di seantero
dunia. Reputasinya yang mendunia dengan sendirinya diikuti catatan
buruk bahwa senapan ini juga telah membunuh begitu banyak orang. AK
telah menewaskan jutaan orang dan mengakibatkan jutaan lainnya
mengungsi. Ini jauh lebih besar dari korban bom atom di Jepang. Tak
heran jika kepadanya disematkan predikat senjata pemusnah paling
dahsyat di dunia.
"The most devastating weapon in the world" Kisah pertempuran antara (helikopter serang Angkatan Darat AS, AH-64D Longbow, dengan tentara Irak bersenjatakan AK‑47 yang terjadi di Bagh‑ dad pada 23 Maret 2003 adalah kisah pertempuran tak imbang paling dahsyat yang bisa digunakan untuk menggambarkan kesaktian senapan ini. Dari sini dunia bisa melihat bahwa betapa AS telah menginvestasikan miliaran dollar untuk senjata canggih yang bisa memusnahkan sebuah tempat dari ruang angkasa, AK-47 yang bisa ditebus dengan hanya 15 dollar masih tetap menjadi senjata pemusnah massal yang paling menakutkan di dunia.
"The most devastating weapon in the world" Kisah pertempuran antara (helikopter serang Angkatan Darat AS, AH-64D Longbow, dengan tentara Irak bersenjatakan AK‑47 yang terjadi di Bagh‑ dad pada 23 Maret 2003 adalah kisah pertempuran tak imbang paling dahsyat yang bisa digunakan untuk menggambarkan kesaktian senapan ini. Dari sini dunia bisa melihat bahwa betapa AS telah menginvestasikan miliaran dollar untuk senjata canggih yang bisa memusnahkan sebuah tempat dari ruang angkasa, AK-47 yang bisa ditebus dengan hanya 15 dollar masih tetap menjadi senjata pemusnah massal yang paling menakutkan di dunia.
Helikopter serang AH-64 Apache, andalan Angkatan Darat AS untuk serangan
darat dan antitank dalam Operasi Iraqi Freedom. Heli ini biasa dilengkapi kanon, roket dan rudal. Dalam kontak senjata di Baghdad, 23
Maret 2003, hell sangar ini toh bisa ditundukkan oleh milisi Irak yang
hanya bersenjatakan AK-47.
Pada hari itu, alkisah, AD AS mengerahkan 32 AH-64 versi Longbow dan Apache untuk
membuka jalan bagi iring-iringan kendaraan pasukan koalisi yang akan
masuk ke dalam kota Baghdad dari arah utara. Ini adalah hari ketiga
terhitung setelah AS dan pasukan koalisi memulai serangan ke Irak.
Operasi militer untuk menumbangkan kekuasaan Saddam Hussein ini dikenal
pula dengan sebutan Operasi Iraqi Freedom.
Helikopter antitank spesialis search and destroy itu sengaja
dikerahkan dalam jumlah ban-yak karena situasi ibukota Irak belum
sepenuhnya dikuasai. Di sana, dikuatirkan masih banyak bercokol personel
Garda Republik – pasukan elit pengawal Presiden Saddam Hussein. Mereka
kabarnya memiliki senjata antipersonel rudal darat ke darat dan roket
ATACMS berhulu ledak born seberat 950 pon.
Tapi apalah artinya senjatasenjata itu dibanding kanon 30 mm milik Apache yang mampu menyemburkan 320 peluru per-detik dan rudal antitank AGM-114 Hellfire yang
sanggup menjebol tank? Dengan berbagai persenjataan mematikan yang
ditenteng helikopter-helikopter itu, AD AS kelihatan percaya diri.
Apalagi karena helikopter serbu itu terbang tidak sendirian.
Namun, tak lama setelah memasuki kota, wajah pilot-pilot AD AS itu
sontak berkerut, khususnya setelah melihat sekelebat cahaya dari sebuah
sudut jalan. Dua menit kemudian, nyali mereka tiba-tiba menciut
setelah ribuan peluru menghambur dari berbagai arah ke arah helikopter
yang mereka terbangkan. Kedatangan mereka rupanya sudah ditunggu.
Spot cahaya itu ternyata aba-aba serangan. Tidak ada satu sasaran pun yang bisa dibidik secara fokus oleh pilot Apache. Tembakan
berasal dari berbagai titik, dari atap-atap gedung, dari gang, dari
mana saja. Yang paling mencengangkan peluru-peluru itu bukanlah peluru
kanon. Bagi para pilot peluru-peluru itu sangat kecil. Peluru-peluru itu
ternyata berasal dari moncong senapan AK. Namun demikian, meski hanya
berasal dari kaliber 7,62 mm, 31 dari 32 helikopter tempur ini
benar-benar kerepotan dan mundur karena mengalami kerusakan. Kemana
yang satu lagi? Terjangan peluru AK ternyata berhasil membuatnya jatuh.
Kedua awaknya lalu menjadi tawanan perang.
Bob Duffney, salah seorang pilot Apache yang ‘mundur’ dari ajang pertempuran itu kemudian bercerita. Seperti dirasakan pilot-pilot Apache lainnya,
is mengatakan, model pertempuran yang dihadapi di Irak benar-benar
baru sekaligus menyeramkan “Kami ditembaki oleh senapan AK dari segala
arah. Saya sendiri mendapat tembakan dari depan, belakang, kiri, kanan
Dalam operasi Desert Storm, kami sama sekali tak mengalami perlawanan sehebat ini.”
Hingga saat itu para panglima perang dan prajurit AS tak pernah
memandang serius daya bunuh AK. Padahal kejadian segenting ini, pernah
dialami prajurit Ranger ketika menggelar operasi penangkapan Jenderal
Mohammed Farrah Aidid, 3 Oktober 1993 di Mogadishu, Somalia. Beberapa
personel yang ingin menyelamatkan awak udara dari dua heli UH-60 Blackhawk yang
jatuh dalam operasi tersebut, pernah dibuat tak berkutik akibat
dihujani peluru AK oleh pasukan Aidid. Operasi penangkapan Aidid itu pun
berubah menjadi operasi penyelamatan awak udara dan prajurit Ranger
yang terjebak di Mogadishu.
AB AS, semasa pemerintahan Bill Clinton, talc akan pernah melupakan kegagalan operasi Gothic Serpent. Pasalnya,
dalam operasi penangkapan Aidid yang semula dibayangkan sangat mudah
itu telah tewas 18 personel AS sementara 79 lainnya pulang dalam
keadaan terluka. Mereka juga talc akan pernah melupakannya, karena
pasukan Aidid sebaliknya berhasil menangkap Mike Durant, satu-satunya
pilot Blackhawk yang selamat dalam pertikaian berdarah itu.
Kisah kegagalan operasi penangkapan Mohammed Farrah Aidid dapat disimak dalam film layar lebar Black Hawk Down (2001) karya sutradara Ridley Scott. Sama dengan sikap awak AH-64 Apache yang
akan masuk kota Baghdad, awak UH-60 juga memasuki kota Mogadishu dengan
perasaan jumawa. Pikir mereka, mana mungkin milisi dari negeri miskin
mampu menghadapi serombongan helikopter bersenjata dan prajurit perkasa
AS? Tembakan RPG tanpa dinyana berhasil merontokkan dua Blackhawk dan operasi ini pun berubah menjadi horor bagi pasukan elit AS.
Gothic Serpent dipimpin oleh Brigjen William F. Garrison,
perwira brilian yang dalam catatan reputasinya pernah ikut mendukung
operasi penangkapan Pablo Escobar, raja kartel obas bius Colombia pada
1993. Operasi ini didukung 160 personel, 19 pesawat termasuk helicopter
komando dan pengendali A/MH-6 Little Bird–, 12 kendaraan angkut
personel, serta persenjataan canggih lain. Jumlah serta kecanggihan
sistem persenjataan rupanya tak bisa memberangus keberingasan pasukan
Aidid. Meski kekuatan mereka hanya bertumpu pada AK, Rocket Propelled Granade (RPG), dan kanon konvensional.
Andalan Perang Asimetrik
Bagi AS, pertempuran di Mogadishu merupakan pertempuran dalam kota
paling dramatik. Untuk mengantisipasi pertempuran sejenis, Marinir AS
kemudian berinisiatif menggelar Urban Warrior Program. Program
ini didedikasikan agar setiap prajurit mampu menghadapi lawan yang
hanya berbekal AK. Pimpinan Marinir AS sempat menyatakan, AK tak bisa
disepelekan karena se napan ini masih akan jadi andalan untuk konflik
masa depan.
Para pejuang Mujahidin dari Distrik Achin, Afghanistan, tengah berkumpul
dengan AK-47 di tangan. Bersama pasukan koalisi, mereka tengah
merencanakan untuk melawan Taliban.
Bagi Angkatan Bersenjata AS, pertempuran Mogadishu dan Baghdad adalah
indikator betapa perang masa depan masih akan diwarnai pertempuran –
pertempuran asimetrik Pertempuran asimetrik adalah pertempuran antara
dua kekuatan yang berbeda dengan persenjataan berbeda, dan dengan
doktrin yang berbeda pula. Dalam pertempuran jenis ini, kemenangan
belum tentu berpihak pada kekuatan dengan persenjataan yang lebih hebat
Kekuatan yang lebih kecil bisa memberi pukulan telak karena cenderung
mengenal medan dan berani melancarkan taktik perang gerilya.
Tentara Uni Soviet di Afghanistan. Mereka menggunakan AK-74.
Namun demikian, apa yang dipikirkan AB AS ternyata tak selalu sejalan
dengan apa yang dipikirkan pars politisi. Larry Kahaner, wartawan Business Week yang kini terkenal namanya lewat buku AK-47: The Weapon that Changed the Face of War
(2008) menegaskan hal itu. Katanya, me-ski berbagai konflik di dunia
telah menguatkan kenyataan bahwa jumlah AK telah menggunung dan telah
merembes ke berbagai negara dunia ketiga, kaum politisi di berbagai
negara maju tetap sulit memahami, bahwa ada kekuatan tersembunyi di
balik senjata sederhana macam AK. Terlebih jika senapan ini ada di
tangan sekawanan pasukan yang brutal.
Lebih jauh Kahaner mengungkap, sayangnya, kaum politisi memang
kerap memandang remeh daya rusak senapan yang satu ini. Padahal, jika
mereka mau melihat keadaan sebenarnya di berbagai daerah konflik Afrika,
Asia, dan Amerika Selatan, senapan ini telah merusak segalanya. Tiap
tahun, katakan saja begitu, peluru AK telah mencabut nyawa seperempat
juta orang dan bilcin menderita keluarga yang ditinggalkan.
Sebagian korban adalah milisi anggota kelompok perlawanan. Ironisnya,
kematian yang mereka hadapi hanyalah kesia-siaan karena mereka tak
pernah benarbenar mendapat imbalan yang telah dijanjikan. Sudah menjadi
pemakluman tersendiri bahwa milisi yang tewas di medan pertikaian
seperti di Somalia, Sudan, Sierra Leone, Jalur Gaza, Afghanistan, serta
Nikaragua, Kolumbia, Peru, dan negara-negara Amerika Selatan lainnya,
hanyalah korban dari kesewenangan pimpinannya Hanya pimpinan kelompoklah
yang sesungguhnya mendapat untung.
UNICEF juga punya penilaian serupa. Kematian jutaan anak akibat small-arm benar-benar
bikin miris. Menurut mereka, sejak 1990, lebih dari dua juta anak
terbunuh, enam juta lainnya mengalami cidera serius, dan lebih dari 22
juta telah kehilangan tempat tinggal. Selain disebabkan oleh
penyalahgunaan small-arm, bencana juga ditimbulkan oleh pemakaian light weapon. (Carol Bellamy, Direktur Eksekutif UNICEF, dalam pamflet No Gun Please: We Are Children, 2001).
“Tiap tahun paling tidak ratusan ribu orang meninggal siasia akibat
senjata-senjata ini dan jutaan lainnya terluka,” tambah Bellany. UNICEF
tak hanya menuduh AK. Small arm menurut batasan mereka, adalah
segala jenis senjata api yang pemakaiannya dirancang untuk perorangan.
Masuk dalam kategori ini adalah pistol, senapan serbu, sub-machine gun, carbine, dan senapan mesin ringan. Sementara untuk kategori light weapon, mereka menyebut: senapan mesin berat, kanon dan rudal anti pesawat portabel, mortir, roket dan rudal antitank. Light weapon dioperasikan oleh lebih dari satu orang.
Bertahun-tahun Unicef melancarkan kecaman terhadap pihak-pihak di
berbagai negara dunia ketiga yang menyalahgunakan small-arm.
Penyalahgunaan small-arm dinilai telah mengakibatkan jutaan orang dan
anak-anak terbunuh sia-sia, dan menciptakan penderitaan yang tak
berkesudahan.
Bagaimana AK bisa mengakibatkan semua itu terjadi, tak seorang pun
bisa menjawab dalam satu jawaban. Bahkan sang pencipta sekalipun, yakni
Mikhail Timofeevich Kalashnikov, hanya bisa angkat bahu. Ia menampik
semua penilaian buruk itu dengan menyatakan bahwa dirinya hanya sekadar
merancang dan membuat. Senjata ini dianggapnya telah berjalan dan
menentukan nasibnya sendiri Inilah yang kemudian menjadi kisah yang tak
berkesudahan (never ending story) dari sang senapan. Talc
seorang pun bisa mengekang bahwa senjata rancangan zaman Perang Dunia II
ini masih akan bertahan hingga perang masa depan.
Kepada Joel Roberts, wartawan CBSNews, Kalashnikov menegaskan
dirinya hanya sekadar pencipta. Bahwa, ciptaannya itu kini menjadi mesin
pembunuh paling dahsyat, is bukan lagi umsannya. “Saya akan tetap
merasa tak bersalah, dan akan tetap bisa tidur nyenyak. Sebab, saya
merancang senjata ini murni untuk mempertahankan negeri saya dari
serangan Jerman,” ujarnya.
“Semua tuduhan itu seharusnya bukan untuk saya. Percayalah, saya
bahkan tak menerima secuil pun royalti darinya. Kesalahan ada pada para
politisi yang pintar memutarbalikkan fakta dan menarik keuntungan dari
semua pertikaian yang mereka ciptakan,” tambah mantan supir tank AD
Rusia yang kini masih hidup dalam usia 91 tahun.
Perang Dunia II sendiri tak serta-merta mencuatkan profil AK. Senapan
ini masih meniti perjalanannya dan menjalani sejumlah penyermpurnaan.
Nama AK baru benar-benar bersinar setelah menjadi lawan tanding M14 dan
M-16 dalam kancah Perang Vietnam. Dalam perang inilah AK 47 terbukti battle proven. Banyak
prajurit AS bahkan mengaku lebih menyukai AK ketimbang M-16 yang
katanya kerap macet dan mengalami kerusakan. AK 47 yang waktu itu
menjadi andalan tentara Vietnam Utara dan Vietkong, diakui superior dan
tepat untuk pertempuran jarak pendek. Bagi para GI, justru senapan
seperti inilah yang mereka perlukan dalam pertempuran di Vietnam.
Namun, kala itu nama AK belum sepenuhnya mendunia. Namanya baru
benar-benar mendunia setelah tentara Uni Soviet menenteng senapan ini
masuk ke Afghanistan pada 1979. Dalam upaya menguasai negeri yang
menarik perhatian karena cadangan gas dan opium kulaitas tingginya itu,
Uni Soviet membawa AK dari jenis baru, yakni AK 74. Dibanding AK 47,
peluru AK 74 jauh lebih mematikan. Ukuran kalibernya lebih kecil. Jika
AK 47 standar menggunakan peluru kaliber 7,62 mm, AK 74 menggunakan
peluru 5,45 x 39 mm.
Akan tetapi, bukan ukuran yang membuatnya mematikan. Yang membuatnya
mematikan adalah kecepatannya yang jauh lebih tinggi serta konstruksi
proyektilnya yang mudah hancur ketika menembus tubuh. Itu karena kulit
proyektilnya yang sangat tipis sementara di dalamnya berongga. Ketika
proyektil masuk ke dalam tubuh, proyektil akan segera pecah menjadi
butiran-butiran kecil dan menyebar. Hal ini lah yang akan mengakibatkan
luka lebih lebar dari biasanya dan sulit ditangani.
Selama bertahun-tahun, peluru AK 74 menghantui para Mujahidin yang
menjadi seteru tentara Uni Soviet. Setiap kali mereka menyerbu
desa-desa, senapan yang diberondongkan tentara Soviet itu pasti menelan
banyak korban. Talc sedikit rumah sakit yang menyerah menangani luka
akibat tembakan senapan ini. Sedemikian frustasinya para Mujahidin
menghadapi senapan tersebut, mereka lalu menyebut peluru AK 74 sebagai
peluru beracun.
AK 47 di tangan anak-anak dan wanita. Kemudahan dalam menggunakannya
membuat senapan ini menjadi andalan tentara anak-anak di Afrika dan
Amerika Selatan. Unicef menentang habisan-habisan organisasi perlawanan
yang telah melibatkan anak-anak sebagai satuan pembunuh. Di Iran, Irak,
dan Pakistan.
Jangankan para Mujahidin, intelijen Barat pun mengaku jeri dan harus
bekerja keras untuk mengetahui secara persis jenis senapan tersebut.
Informasi cukup lengkap baru muncul setelah koresponden majalah Soldier of Fortune membeberkannya
pada majalah ini sekitar tahun 1980. Dari semua data yang mereka
peroleh, intelijen Barat barulah menyadari bahwa peluru yang amat
ditakuti itu rupanya berasal dari AK tipe baru, yakni AK 74. Senapan ini
adalah hasil penyempurnaan AK 47.
Wanita bahkan juga "menyukai" senapan ini.
Prakarsa untuk memperkecil kaliber peluru rupanya datang dari
TsNIITochmash, sebuah kelompok enjinir persenjataan di Uni Soviet.
Mereka mengerjakannya pada dasawarsa 1960-an setelah mengikuti rekam
jejak peluru 5,56 mm M-16. Namun oleh karena ketidaksempurnaan mekanis
senapan, peluru tersebut ditinggalkan Oleh kelompok enjinir lain,
peluru itu diambil kembali lalu dijadikan standar cartridge untuk AK 74.
Bukan rahasia lagi, jika intelijen Barat – khususnya CIA – kerap
keluar masuk Afghanistan. Mereka ini adalah kepanjangan tangan
pemerintahan masing-masing yang pada kenyataannya juga punya banyak
kepentingan di negeri ini. AS, misalnya, diketahui kerap memberikan
bantuan uang dan senjata untuk para Mujahidin karena sama-sama punya
perhatian besar pada gas, minyak, dan opium Afghanistan. Kemunculan AK
47 di medan pertempuran nyatanya cukup bikin repot CIA, karena dengan
sendirinya para Mujahidin berharap AS memberi dukungan senjata yang
sekelas.
Senapan kiriman pertama mereka, yakni .303 Lee Enfield dianggap tak memadai karena single shot dan bolt action. Terlalu
riskan untuk menandingi AK 74 yang bisa memuntahkan 650 peluru dalam
semenit. Kunci satu-satunya untuk menandingi senapan ini adalah senapan
serbu sejenis. Selain dibuat di dalam negeri (Uni Soviet), AK 74 juga
dibuat di China, Bulgaria, Jerman Timur dan Romania. CIA pun memburu
senapan ini.
Disukai Pemasok Senjata
Ternyata tak sulit untuk mendapatkan AK di pasaran umum. Kuncinya
hanya satu, yakni uang dan mau mendekati pemasok senjata Dalam sekejap,
Howard Hart, Kepala Kantor CIA di Pakistan, pun berhasil memesan
ratusan ribu AK. Bukan AK 74, tapi AK 47. Senjata ini tidak didatangkan
dari Soviet, tapi dari China dan Polandia. Mesir dan Turki juga ketahuan
ikut memasok.
AK-47 & Bayonet
Presiden AS Ronald Reagan menggelontorkan uang hingga 200 juta
dollar, sementara keluarga Raja Arab Saudia bersedia melipatgandakannya
menjadi 400 juta dollar. Uang itu lah yang dibelanjakan CIA untuk
membantu persenjataan Mujahidin. Sejumlah sumber mengatakan, pasokan
senjata yang dikelola CIA untuk wilayah Afghanistan pada 1988 itu
dikenal sebagai yang terbesar sejak Perang Vietnam. Dinas Intelijen AS
ini total menyalurkan dana (yang diterima dari berbagai donatur) hingga
dua miliar dollar. Senjata biasanya di-drop terlebih dulu ke Islamabad
atau Karachi. Dari situ senjata kemudian dipecah ke dua kota, yakni
Quetta dan Peshawar, sebelum akhirnya dikirim ke Afghanistan.
Akibat dari perkembangan ini, para pemasok senjata pun kerap
berkeliaran di Islamabad, Karachi, serta beberapa kota lain, dan
menjadikan kota-kota itu sebagai pusat perdagangan senjata di Asia.
Perkembangan ini membuat Pakistan tak hanya disinggahi para Mujahidin.
Para penjahat, genggeng kriminal, pedagang obat bius, dan tokoh-tokoh
masyarakat yang ingin ikut menikmati kekayaan alam Afghanistan pun tak
ayal juga kepincut untuk melawat. Otoritas setempat tak pernah
benar-benar melarang mereka, karena para pemasok senjata tahu benar apa
yang harus diberikan kepada oknum Dinas Intelijen Pakistan.
Alhasil, tak perlu menunggu waktu lama untuk membuat AK populer di
Pakistan, Afghanistan dan negara-negara di sekitarnya. Hanya dalam
beberapa tahun, koran Los Angeles Times bahkan sudah menggambarkan Pakistan bak Wild West — julukan
untuk Amerika di masa koboi. “Jika Anda ingin Kalashnikov, datang saja
ke Hyderabad. Di sana ada sekitar 8.000 AK, dan Anda bisa dapatkan
dengan harga 15.000 rupee atau sekitar 850 dollar. Jika uang tidak
cukup, beri saja panjer 5.000 rupee. Gunakan untuk merampok bank, lalu
bayar sisanya dengan uang hasil rampokan,” begitu gurauan yang ditulis
LAT.
“Di Peshawar, Anda bahkan bisa menyewa AK jam-jaman kepada warga
setempat,” tulis kritikus yang lain, menggambarkan Pakistan yang telah
berubah menjadi salah satu kota terpanas di dunia.
Di luar Asia sebenarnya ada kota-kota lain yang
juga disukai para pemasok senjata. Kota-kota itu ada di Liberia, Burkina
Faso, Guinea, dan Pantai Gading di Afrika. Mereka juga menyukai
beberapa tempat seperti Lebanon, Israel, Panama, Nicaragua dan
Colombia. Negara-negara ini disukai oleh karena potensi konflik yang
memang begitu tinggi. Namun demikian, di antara negara-negara itu,
banyak pihak menyatakan, tak ada yang hampir menyamai Pakistan kecuali
Nicaragua.
Nicaragua, pada dasawarsa 1980-an, juga merupakan surga lain bagi
para pemasok senjata. Di negara ini puluhan ribu AK digunakan dan
mengalir ke negaranegara lain di Amerika Selatan. Lewat cara-cara yang
unik, yang mana di dalamnya CIA juga terlibat, senapan juga dikirim ke
Peru, El Salvador, Panama, Honduras, dan Venezuela. Jika disimak lebih
lanjut, ada beberapa kesamaan yang membuat AK mengalir deras ke Amerika
Selatan. Kesamaan itu adalah stabilitas pemerintahan yang rapuh dan
maraknya perdagangan obat bius.
Nicaragua sendiri tak banyak berperan dalam perdagangan obat bius.
Namun, karena posisinya yang sangat strategis, yakni ada di
tengah-tengah negara penghasil kokain, negeri ini enak dijadikan pijakan
bagi para pemasok senjata. Terlebih karena CIA pernah memberikan
bantuan senjata dalam jumlah besar bagi para pejuang Contra – organisasi
perlawananan yang berseberangan dengan pemerintahan Sandinista yang
berkuasa saat itu.
Kisah keterlibatan CIA di Nicaragua sendiri mencuri perhatian dunia
setelah Kongres AS dan Komisi Tower menyingkap Skandal Iran-Contra pada
1986. Dalam skandal yang dikendalikan Letkol Oliver L. North dari Dewan
Keamanan Nasional itu, AS menjual senjata antitank kepada Iran,
sementara keuntungan dari hasil penjualan dibelikan senjata ringan
(sebagian besar adalah AK) untuk mendukung perjuangan Contra. Kasus ini
dinyatakan sebagai skandal karena proses penjualan senjata kepada Iran
telah menciderai seruan embargo yang dinyatakan sendiri oleh
Pemerintah AS, dan Presiden Ronald Reagan akhirnya mengaku mengetahui
dan menyetujui transaksi ini.
Misi rahasia dukungan persenjataan kepada Contra mulai tercium
setelah tentara Nicaragua menembak jatuh pesawat asing ketika melintas
di atas kota San Carlos pada 1986. Pesawat kargo C-123 warna kamuflase
Vietnam ini ternyata bermuatan AK, 100.000 amunisi, RPG dan logistik.
Dua awaknya tewas, sementara seorang lagi, yakni Eugene Hasenfus,
selamat. Lewat interogasi, Hasenfus akhirnya mengaku bahwa
barang-barang itu adalah kiriman CIA untuk Contra.
Skandal makin terbuka setelah majalah Ash Shiraa terbitan Lebanon, edisi November 1986, mengungkap pertemuan rahasia.